MAKALAH BUDIDAYA TANAMAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkanbegitubanyak kenikmatan,rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Tanaman Ubi Kayu dan Talas’’
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan tidak luput
dari kesalahan. Namun
berkat semangat, bantuan, dorongan dan bimbingan dari
berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik. Dengan segala hormat ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
selaku dengan penuh kesabaran
dan kebijaksanaan telah memberikan banyak bimbingan, arahan dan dorongan selama
penyusunan makalah ini.
Penulis telah berupaya
semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini,
namun sebagai manusia tidak luput dari kesalahan dan kehilafan. Olehnya itu
dengan penuh rasa rendah hati penulis menerima kritikan dan saran yang sifatnya
membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada pembacanya. Aamiin
Ampana, 10 April 2020
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ubi
kayu merupakan sumber karbohidrat, sebagian besar digunakan sebagai bahan
pangan (langsung atau melalui proses pengolahan), pakan dan bahan baku berbagai
industry. Hingga tahun 2009, hasil ubi kayu rata-rata nasional baru sekitar 19
ton/ha (BPS, 2009), masih jauh dari potensi hasil beberapa varietas unggul ubi
kayu yang dapat mencapai kisaran jumlah 40-50 ton/ha (Nasir Saleh, 2012).
Talas
(Colocasia esculenta L. Schott)
merupakan tanaman yang meiliki nilai ekonomis dan kesehatan yang sangat baik,
serta berpotensi besar untuk dikembangkan di kawasan pesisir Bengkulu. Itu
karena talas memiliki daya daptasi yang sangat luas, dan dapat dikonsumsi baik
sebagai makanan pokok maupun pangan anternatif bagi lansia.
Upaya
peningkatan diversifikasi pangan yang merupakan
perioritas kementerian pertanian sesuai dengan PP Nomor 22 Tahun 2009
tentang percepatan penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis sumber daya
lokal. Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap beras dan terigu perlu
dikurangi secara bertahap dengan meningkatkan konsumsi dan produksi bahan
pangan lokal, termasuk ubi kayu. Konsumsi ideal umbi-umbian ditetapkan sebesar
100 gram/kapita/hari dalm Pola Pangan Harapan (PPH) penduduk Indonesia tahun
2009 (Pembudi, 2010) dalam (Ginting dkk, 2011).
1.2
Tujuan
Untuk
mengetahui fase-fase pertumbuhan tanaman ubu kayu dan talas serta cara budidaya.
1.3
Manfaat
Mengetahui
fase-fase pertumbuhan tanaman ubu kayu dan talas serta cara budidaya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Tanaman Ubi Kayu
Ubi
kayu merupakan sumber karbohidrat, sebagian besar digunakan sebagai bahan pangan
(langsung atau melalui proses pengolahan), pakan dan bahan baku berbagai
industry. Hingga tahun 2009, hasil ubi kayu rata-rata nasional baru sekitar 19
ton/ha (BPS, 2009), masih jauh dari potensi hasil beberapa varietas unggul ubi
kayu yang dapat mencapai kisaran jumlah 40-50 ton/ha (Nasir Saleh, 2012).
Ubi
kayu (Manihot esculenta) merupakan
bahan makana pokok ketiga setelah padi dan jagung. Ubi kayu mempunyai potensi
sebagai sumber karbohidrat yang penting sebagai bahan pangan, khususnya bagi
negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia. Ubi kayu dikonsumsi penduduk
dunia, khususnya penduduk negara-negara tropis, dan tiap tahunnya doproduksi
seklitar 300 juta ton ubi kayu (Simanjuntak, 2002).
2.2 Tanaman Talas
Talas
(Colocasia esculenta L. Schott)
merupakan tanaman yang meiliki nilai ekonomis dan kesehatan yang sangat baik,
serta berpotensi besar untuk dikembangkan di kawasan pesisir Bengkulu. Itu
karena talas memiliki daya daptasi yang sangat luas, dan dapat dikonsumsi baik
sebagai makanan pokok maupun pangan anternatif bagi lansia.
Tanaman
hortikultura talas (Colocasia esculenta
L. Schott) dikelompokkan menjadi dua varietas yakni esculenta dan antiquorum.
Tanaman ini berasal dari daerah tropis Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia (Prana dkk, 2000; Prana 2006).
2.3 Morfologi
Tanaman Ubi Kayu
Ubi kayu Hijau
memiliki batang berdiameter sedang (12 mm- 25 mm), permukaan beralur dengan
batang berwarna kuning kehijauan dan tidak terdapat percabangan (Tidak
bercabang). Posisi duduk daun spiral dengan rumus 2/5, ruas antara tangkai daun
pendek (3-5 cm). pada permukaan tangkai daun bagian atas dan bawah, dari
pangkal sampai ujung berwarna hijau kekuningan, dan memiliki ukuran yang
panjang (16-20 cm). ubi hijau memiliki braktea dengan warna pangkal sampai
bagian ujung berwarna hijau, berbentuk segitiga dengan ujung meruncing,
berjumlah dua helai berhadapan diposisi kanan kiri pangkal tangkai daun.
Warna
daun muda (pucuk) pada ubi ini berwarna hijau muda, sedangkan daun dewasa hijau
tua, dan bagian tiap daun (cuping daun) berukuran lebar (p/ 1<5 cm) dengan
jumlah tiap daun 5, 6, dan 7 helai, berbentuk lanset ujung daun meruncing.
Pertulangan daun pada permukaan atas dan bawah bagian pangkal, gengah serta
ujung berwarna kuning.
Bunga
pada ubi hijau mincul saat 9 bulan setelah tanam. Umbi berbentuk silindris
(cylindrical) dengan ketebalan korteks, sedang (2-3 mm ), berwarna krem, kulit
luarumbi berwarna coklat tua, bagian dalam berdaging berwarna putih, rasa umbi
tidak pahit, dan pengupasan kulit tidak sulit.
Tanaman Talas
Daun talas
bentul, baik diploid maupun tetraploid memiliki bentuk basal helai daun
menyerupai perisai, posisi dominan helai daun menyerupai mangkuk, bentuk tepi
helai daun cukup bergelombang, warna helai daun hijau dengan berbagai tingkat
variasi warna (Ajalin dkk 2002). Warna akar bentul diploid dan klon tetraploid
tampak seragam yaitu putih kecoklatan. Talas bentul memiliki sistem perakaran
serabut yang dangkal (Banjaw, 2017).
2.3 Fase-fase Pertumbuhan Tanaman
Tanaman Ubi Kayu
1. Fase
Pertumbuhan Awal
·
5-7 hari setelah tanam munculnya akar
adventitious pada permukaan dasar stek. Akar halus tumbuh dari tunas dibawah
permukaan tanah.
·
10-12 hari setelah tanam tumbuh tunas
baru dan daun muda
·
15 hari setelah tanam semua mata pada
stek telah bertunas
2. Fase
awal pertumbuhan dan perakaran
·
15-30 hari setelah tanam pembentukan
daun dan calon umbi, pertumbuhan bergantung pada cadangan makanan pada
bahan tanam (stek)
·
30 hari setelah tanam daun membesar,
berfungsi melakukan fotosintesis dan menggunakan hasil fotosintesis
(fotosintat) untuk pertumbuhan tanaman.
·
30-40 hari setelah tanam umbi mulai
terbentuk
·
Akar serabut dan umbi terbentuk selama 3
bulan pertama, dan merupakan saat yang tepat untuk melakukan pemupukan.
3. Fase
Pertumbuhan batang dan Daun
·
3-6 bulan pertumbuhan batang dan daun
mencapai maksimum
·
4-5 bulan periode fotosintesis maksimum,
fotosintat sebagian besar untuk perkembangan daun dan umbi. Periode ini
merupakan pertumbuhan vegetatif paling
aktif. Ganguan akibat hama dan penyakit, hara, dan air pada periode ini
mengakibatkan kerugian hasil.
4. Fase
Translokasi Karbohidrat Ke Umbi
·
6-9 bulan periode perkembangan umbi
·
Laju akumulasi bahan kering tertinggi
pada umbi mulai terjadi proses penuaan daun sehingga daun mulai gugur.
Tanaman Talas
Fase
pertumbuhan tanaman talas:
·
Pertumbuhan penguatan batang bawah dan
atas 0-8 minggu
·
Pertumbuhan vegetatif daun dan akar,
disini jika ada proses pemanenan tangkai daun (lompong) dan daun keladi untuk
sayur 9-20 minggu.
·
Pertumbuhan generatif yaitu pengisian
umbi batang untuk panen umbi 9-20 minggu.
2.4 Budidaya Tanaman Ubi Kayu dan Talas
Tanaman
Ubi Kayu
Penanaman dan
pemeliharaan tanaman ubi kayu relatif mudah. Tanaman ubi kayu memiliki beberapa
keunggulan, antara lain mudah tumbuh dalam lingkungan yang kurang baik atau
kurang subur, tidak memerlukan persiapan lahan secara intensif, tahan terhadap
kekeringan dan serangan OPT, dan biaya produksi yang cukup rendah. Kementerian
pertanian sebagai instansi Pembina telah melakukan beberapa langkah
pengembangan ubi kayu. Namun disadari bahwa terdapat beberapa permasalahan yang
dihadapi. Adapun permasalahn pengembangan produksi dan konsumsi ubi kayu antara
lain : pemilikan lahan sempit, modal usaha dan tenaga kerja keluarga terbatas,
siklus pertanaman yang panjang, dukungan sistem pemasaran yang lemah, teknologi
inovatif belum optimal, perbenihan (Kemendagri, 2013).
Bibit
ubi kayu yang berkualitas merupakan modal utama dalam meningkatkan produksi.
Oleh karena itu penyediaan bibit menjadi sangat penting. Penyediaan bibit
secara lokal melalui Jabalsim dapat mengatasi kelangkaan bibit berkualitas pada
saat musim tanam. Pada kondisi persediaan bibit yang kurang, dapat digunakan
stek mini (panjang 5-6 cm, dengan 3-4 mata tunas) dengan hasil yang tidak
berbeda dibandingkan stek biasa (Balitbang, 2011).
Pengolahan
Lahan
Sebelum
melakukan penanaman bibit singkong, maka perlu dilakukan pengolahan tanah
terlebih dahulu agar tanah menjadi gembur sehingga pertumbuhan akar dan umbi
berkembang dengan baik. Gulma dan sisa-sisa tanaman harus dibersihkan terlebih
dahulu.
Waktu mengerjakan pengolahan tanah
sebaiknya pada saat tanah tidak dalam keadaan becek atau berair, agar struktur
tanah tidak rusak. Pengolahan tanah dibajak atau dicangkul 1-2 kali sedalam
kurang lebih 20 cm, diratakan kemudian dibuat bedengan-bedengan atau guludan
dan juga dibuat saluran drainase, kemudian baru dapat ditanami.
Penanaman
Penanaman
singkong sangat dianjurkan untuk dilakukan saat awal musim hujan, mengingat
sifat bibit yang masih memerlukan pasokan air yang cukup banyak untuk pertumbuhan
awal. Cara penanamannya adalah cukup dengan menancapkan batang pohon atau bibit
yang telah disiapkan pada lahan pertanian singkong. Yang perlu ditekankan pada
cara penanaman tanaman singkong ini adalah pada jarak tanamnya. Jarak tanam
antar bibit sebaiknya dibuat dengan jarak 60 cm atau 80 cm agar akar pohon bisa
berkembang dengan baik. Selain itu perlu juga untuk diketahui arah tunas
pohonnya. Arah tunas ini bisa dilihat pada bakal tunas yang ada pada tonjolan
bekas daun singkong jatuh. Pastikan tunas ini menghadap ke atas karena jika
tunas terbalik maka singkong akan tumbuh ke bawah dan menjadi tidak sempurna.
Pemeliharaan
Sebenarnya cara
budi daya singkong itu mudah, singkong akan tumbuh dengan sendirinya dan bisa
berbuah tanpa pemeliharaan intensif. Namun agar hasil singkong lebih besar dan
banyak maka tidak ada salahnya jika petani melakukan pemeliharaan khusus. Untuk
melakukan pemeliharaan pada tanaman singkong cukup dilakukan dengan pemupukan.
Pemupukan
Pemupukan
susulan bisa dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu musim tanam, tergantung
kondisi kesuburan tanaman. Pemupukan pertama dilakukan saat tanaman berumur 15
hari setelah tanam yang dibarengi dengan melakukan penyortiran tunas yang
tumbuh pada batang dengan hanya menyisakan dua tunas yang terbaik.
Panen
dan Pascapanen
Tanaman singkong
bisa mulai dipanen pada usia 6-8 bulan setelah tanam atau 9-12 bulan setelah
tanam tergantung varietas yang ditanam. Tanaman singkong dipanen dengan cara
mencabut batang, jika ada umbi yang patah atau tertinggal di dalam tanah bisa
digali menggunakan cangkul.
Perlu diketahui bahwa,
tanaman singkong dikenal cukup rakus dalam penyerapan nutrisi terutama dalam
proses pembentukan zat pati/sagu. Hal ini menyebabkan tanah menjadi tandus jika
ditanami singkong secara terus menerus. Untuk mengatasi ini, penting untuk
menjaga kesuburan tanah dengan cara melakukan rotasi tanam.
Tanaman Talas
Pengolahan Lahan
Pengolahan
tanah setelah pertanaman padi dimulai dengan pembabatan jerami. Jerami
selanjutnya dikumpulkan kemudian dibakar. Tanah dibiarkan beberapa hari,
dicangkul, dihaluskan, lalu dibuat bedengan dan diberi pupuk dasar. Pengolahan
tanah setelah tanaman sayuran dimulai dengan penyiangan gulma, pencangkulan dan
penghalusan tanah, pembuatan bedengan, dan pemupukan dasar.
Bedengan
dibuat dengan lebar 1,2 meter dan panjang menyesuaikan panjang lahan. Untuk
tanah yang masam, perlu diberi kapur dengan takaran 1 ton/Ha.Untuk tanah ber-pH
normal cukup diberi pupuk dasar berupa pupuk kandang. Talas umumnya ditanam
dengan jarak 74 x 75 dan kedalaman 30 cm atau sesuai dengan keadaan lahan dan
musim penanaman.
Penanaman
Penanaman di lahan sawah menggunakan jarak tanam yang
lebih rapat ketika ditanam di musim kemarau. Intensitas dan durasi penyinaran
yang lama pada musim kemarau cukup untuk menguapkana air di sekitar pertanaman
talas sehingga kelembaban udara di sekitar pertanaman talas menjadi optmal.
Jarak tanam yang rapat pada musim penghujan kurang tepat karena akan
menciptakan kondisi kelembaban yang terlalu tinggi sehingga lebih rentan
terserang organisme pengganggu tanaman penyebab penyakit.
Penanaman
dilakukan dengan cara meletakkan bibit talas tepat di tengah lubang dengan
posisi tegak lurus. Lubang kemudian ditutup dengan tanah sampai batang talas
tidak rebah (sekitar 7 cm). Sisa lubang kemudian ditutup dengan menggunakan
pupuk kandang atau kompos.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dilakukan untuk menyediakan kondisi
yang ideal untuk pertumbuhan tanaman. Dalam budidaya tanaman talas,
pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan dan pembumbunan, pemupukan, dan
pengairan.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan
sebanyak 4 kali. Pupuk dasar diberikan beramaan dengan pengolahan tanah sebelum
bibit ditanam. Pupuk dasar berupa pupuk kandang dengan takaran 1 ton/ha.
Pemupukan kedua diberikan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam.
Pupuk yang diberikan berupa 100 kg urea/ha dan 50 kg TSP/ha. Pemupukan
diberikan dengan membuat lubang pupuk di samping tanaman berjarak 3 cm.
Pemupukan ketiga dan keempat dilakukan saat tanaman berumur 3 bulan dan 5 bulan
masing-masing mengguanakan urea sebanyak 100 kg/ha. Aplikasi dilakukan dengan
membuat larikan disamping tanaman sejauh 7 cm pada pemupukan ketiga dan 10 cm
pada pemupukan keempat.
Panen
dan Pascapanen
Ciri dan Umur Panen,
Pemanen talas dilakukan setelah tanaman berumur 6-9 bulan, tetapi ada yang
memanennya setelah berumur 1 tahun, dan ada pula kultivar yang 4-5 bulan sudah
dapat dipanen; sebagai contoh: talas genjah masak cepat, talas kawara 5 bulan,
dan talas lenvi dan talas dalam. Misalkan di kota Bogor ada talas bentul,
dipanen setelah berumur 8-10 bulan dengan umbi yang relatif lebih besar dan
berwarna lebih muda dan kekuning-kunigan dan masih ada lagi talas-talas lain,
seperti: talas sutera yang dipanen pada umur 5-6 bulan, yang umbinya berwarna
kecoklat-coklatan yang dapat berukuran sedang sampai besar dan masih banyak
lagi talas yang ada di bogor (talas mentega atau talas gambir, talas ketan, dan
talas balitung).
Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah
dijangkau oleh angkutan. Penyortiran dan Penggolongan Pemilihan atau
penyortiran umbi talas sebenarnya dapat dilakukan pada saat pencabutan
berlangsung. Akan tetapi penyortiran umbi talas dapat dilakukan setelah semua
pohon dan ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan untuk memilih
umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta yang cacat
terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garisgaris pada
daging umbi
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ubi
kayu merupakan sumber karbohidrat, sebagian besar digunakan sebagai bahan
pangan (langsung atau melalui proses pengolahan), pakan dan bahan baku berbagai
industry. Hingga tahun 2009, hasil ubi kayu rata-rata nasional baru sekitar 19
ton/ha (BPS, 2009), masih jauh dari potensi hasil beberapa varietas unggul ubi
kayu yang dapat mencapai kisaran jumlah 40-50 ton/ha (Nasir Saleh, 2012).
Talas
(Colocasia esculenta L. Schott)
merupakan tanaman yang meiliki nilai ekonomis dan kesehatan yang sangat baik,
serta berpotensi besar untuk dikembangkan di kawasan pesisir Bengkulu. Itu
karena talas memiliki daya daptasi yang sangat luas, dan dapat dikonsumsi baik
sebagai makanan pokok maupun pangan anternatif bagi lansia.
Upaya
peningkatan diversifikasi pangan yang merupakan
perioritas kementerian pertanian sesuai dengan PP Nomor 22 Tahun 2009
tentang percepatan penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis sumber daya
lokal. Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap beras dan terigu perlu
dikurangi secara bertahap dengan meningkatkan konsumsi dan produksi bahan
pangan lokal, termasuk ubi kayu. Konsumsi ideal umbi-umbian ditetapkan sebesar
100 gram/kapita/hari dalm Pola Pangan Harapan (PPH) penduduk Indonesia tahun
2009
DAFTAR
PUSTAKA
BPS.
2009. Statistik Indonesia 2009. Badan Pusat Statistik. Jakarta
Ginting,
E, Joko S, Utomo, Rahmi Yulifianti, dan M. Jusuf, 2011. Potensi Ubi Jalar Ungu
sebagai bahan pangan fungsional. IPTEK Tanaman Pangan. Puslitbangtang, Badan
Litbang Pertanian.
Nasir
Saleh. 2012. Pengenadalian Hama Penyakit Terpadu Pada Ubi Kayu. IPTEK PERTANIAN
Seri 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Simanjuntak
P. 2002. Sistem Agribisnis dan Kemitraan Petani Ubi Kayu, Skripsi. Program
Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, USU,
Medan
Komentar
Posting Komentar